top of page

Sejarah
Eyang Raden Mas Iman Soedjono

Silsilah Eyang Raden Mas Iman Soedjono terdokumentasikan secara lengkap di dalam Surat Kekancingan dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang dimiliki oleh Haji Raden Asim Nitiredjo, cucu dari Eyang Raden Mas Iman Soedjono. Surat bernomor 4753 yang tertulis dalam huruf Jawa ini dikeluarkan pada tanggal 23 Juni 1964. Dalam surat itu diterangkan bahwa silsilah Eyang Raden Mas Iman Soedjono adalah sebagai berikut:

  • Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono I dengan istri Bendoro Raden Ayu Dayo Asmoro

  • Berputra Bendoro Pangeran Aryo (BPA) Balitar

  • Berputra Kanjeng Raden Ayu Tumenggung (KRAT) Notodipo

  • Berputra Raden Mas Iman Soedjono

​

Secara lengkap, Eyang Raden Mas Iman Soedjono adalah cicit dari Sultan Hamengku Buwono I yang memerintah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dari tahun 1755 sampai tahun 1792. Menurut buku Pustaka Raja Putra Kraton Ngayogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I bernama Bendoro Raden Mas Soedjono di masa mudanya. 

​

Raden Mas Iman Soedjono menikah dengan salah seorang anggota Laskar Langen Koesoemo, yakni Raden Ayu Saminah. Laskar Langen Koesoemo merupakan sekumpulan prajurit wanita dari Laskar Pangeran Diponegoro yang dipimpin oleh Raden Ayu Ratnaningsih, istri dari Pangeran Diponegoro. Sehari-hari, Raden Ayu Saminah biasa dipanggil Nyi Djuwul. Pasangan Raden Mas Iman Soedjono dan Raden Ayu Saminah dikaruniai seorang putri yang cantik, luwes, dan berperangai lembut. Walaupun dilahirkan di lingkungan pedesaan, putri ini tidak tampak seperti anak desa pada umumnya; pamor kebangsawanannya kentara sekali. Oleh sebab itu, putri ini dinamakan Raden Ayu Demes.

​

Sejak wafatnya Eyang Djoego, guru dari Eyang Raden Mas Iman Soedjono, beliau memutuskan untuk menetap di Desa Wonosari. Sehari-harinya, beliau mengolah lahan untuk bercocok tanam padi serta tanaman lain seperti: jagung, kaspe atau singkong, pisang, ubi jalar atau ketela rambat, kacang, kopi dan juga teh. Beliau juga menyempatkan diri untuk merawat dengan tekun pusara Eyang Djoego.

​

Pada hari Selasa Wage tanggal 8 Februari 1876 atau Malam Rabu Kliwon tanggal 12 Suro 1805 Jimawal Eyang Raden Mas Iman Soedjono meninggal dunia tepat pada pukul 12 tengah malam.

​

Jenazah Eyang Raden Mas Iman Soedjono dikebumikan dalam satu liang lahat dengan almarhum Eyang Djoego. Hal ini dilakukan sesuai dengan wasiat Eyang Djoego yang pernah menyatakan bahwa bilamana kelak keduanya telah wafat, beliau meminta agar dikuburkan bersama dalam satu liang lahat.

Alasan dari permintaan ini adalah sebagai penanda bahwa Eyang Djoego dan Eyang Raden Mas Iman Soedjono merupakan dua insan seperjuangan yang senasib, sependeritaan, seasas, dan satu tujuan dalam hidup, sehingga mereka selalu berkeinginan untuk tetap berdampingan sampai ke alam baka. Disamping itu, terdapat beberapa alasan lain yang mendasari keinginan tersebut, ialah:

    1. Kedua beliau adalah sejawat seperjuangan mulai dari titik awal, dalam suasana suka maupun duka, semasa bersama-sama bergabung dalam Laskar Diponegoro sampai titik terakhir.

    2. Eyang Djoego tidak beristri apalagi berputra.

    3. Eyang Raden Mas Iman Soedjono Sudah dinyatakan sebagai Putra Kinasih serta penerus kedudukan Eyang Djoego.

bottom of page